Minggu, 23 Desember 2012

Masyarakat Madani



   A.   Konsep Masyarakat Madani
Konsep masyarakat madani ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Sementara cendekiawan muslim Indonesia Nurcholis  Madjid  memandang bahwa masyarakat madani dalam presfektif Islam bukan terjemahan dari civil society yang karakternya berbeda dengan masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah pasca hijrah. Jadi wacana masyarakat madani yang dilontarkan oleh Nurcholis Madjid inilah yang mulai dikenal oleh bangsa kita. Kemudian salah seorang yang sering menggunakan istilah ini adalah H. Emil Salim, yang sempat mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden RI mendampingi  pencalonan B.J. Habibi.  Istilah  ini  semakin  populer  pada  masa lengsernya Soeharto yang digantikan oleh B.J. Habibi. Masyarakat Madani sangat identik dengan masyarakat kota yang mempunyai perangai dinamis, sibuk, berfikir logis, berpola hidup praktis, berwawasan luas, dan mencari-cari terobosan baru  demi  memperoleh kehidupan yang sejahtera. Perangai tersebut didukung dengan mental akhlak karimah (budi pekerti yang mulia).
Konsep masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujudkan di Indonesia. Apabila konsep ini akan diaktualisasikan dalam wacana  masyarakat  Indonesia, diperlukan suatu konsep,  perlu ada langkah-langkah yang kontinyu dan sistematis yang dapat merubah paradigma, kebiasaan dan pola hidup  masyarakat  Indonesia. Selain itu, konsep  masyarakat   madani   merupakan   suatu   konsep   yang   relatif   baru   bagi masyarakat Indonesia, bukan perkerjaan mudah, karena terkait dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Untuk itu, diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Hal ini sebagaimana pendapat Filsuf Kuhn (Tilaar,1999: 245), "apabila tantangan-tantangan baru dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, tentu segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan."
Diakui bahwa pemahaman tentang masyarakat madani di Indonesia berawal pada konsep masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW pasca hijrah. Dunia mengakuinya sebagai model masyarakat yang paling maju pada saat itu. Masyarakat Madinah menjadi parameter normative historis masyarakat madani. Telah melahirkan kesadaran baru pada kaum Anshor dan Muhajirin tentang kesetaraan, pluralisme, dan toleransi yang dibungkus dan disatukan dengan agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Yang perlu diingat bahwa Nabi Muhammad SAW menanamkan nilai-nilai religiositas (dalam hal ini adalah agama islam) kepada masyarakat madinah secara totalitas. Pemahaman tentang kesetaraan (egalitarian) diwujudkan dengan mengacu kepada hukum agama yang terkandung didalam Al-Qur’an dan sunnah. Menempatkan agama sebagai sumber  pada masyarakat madani merupakan suatu keniscayaan bagi masyarakat Indonesia agar pemaknaan masyarakat madani berbeda dengan civil society yang berkembang di barat yang pada akhirnya menimbulkan masyarakat secular dan individual. Alasan lainya ialah agama, bisa dipahami sebagai wahana pemersatu umat agar perbedaan-perbedaan yang muncul bisa diminimalisasi menuju pada integritas umat.

   B.   Karakteristik Masyarakat Madani
Berikut ini merupakan karakteristik yang ada dalam masyarakat madani antara lain: 
1.      Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, misalnya berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2.      Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3.      Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.      Pluralisme, yaitu keadaan masyarakat yang majemuk, berupa keanekaragaman dalam masyarakat, sehingga kita harus mempunyai sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk  disertai dengan sikap tulus dan menerima kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5.      Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan  antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6.      Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian yang bertanggungjawab.
7.      Supremasi hukum, yaitu taat dan patuh terhadap hukum yang sedang berlaku yang merupakan salah satu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
8.      Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan sebagainya.
9.      Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
10.  Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
11.  Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
12.  Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
13.  Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
14.  Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
15.  Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
16.  Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
17.  Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
18.  Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
19.   Berakhlak mulia.

   C.   Peranan Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Salah satu jalan peran umat islam mewujudkan masyarakat madani adalah meningkatkan SDM kaum muslimin dengan jalur pendidikan (mempunyai lembaga pendidikan unggulan).Kita semua prihatin dengan adanya tanda bahwa lembaga pendidikan islam masih ketinggalan baik sitem maupun output yang dihasilkannya. Mulai abad XIV sampai sekarang masih sangat kecil sumber daya manusia (muslim) yang menguasai IPTEK.
Terjadinya kemunduran tersebut disebabkan oleh adanya penerapan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan islam yang dikotomi, pemisahan antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Lahirnya pemikiran tersebut sangat berpengaruh pada pelaksanaan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan islam sampai sekarang.
Sehingga ada beberapa kalangan munculnya gagasan perlunya islamisasi ilmu umum. Padahal menurut Al-Qur’an semua ilmu itu islam, sebagaimana firman Allah : dalam QS. Al-Mujadalah:11, QS. Ar-Ra’d:3-4, QS Yunus:10 dan QS, Ali Imran:190-191.
Q.S. Al Mujadalah : 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)

Artinya :
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Secara kongkrit umat islam Indonesia memang belum memiliki kualitas SDM yang unggul, sehingga belum mampu menunjukkan peranannya yang signifikan dan proposional dalam mewujudkan masyarakat madani yang diciptakan namun upaya ini terus dilakukan secara maksimal sampai cita-cita tersebut terwujud.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul.
Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain. Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman pemberdayaan masyarakat madani perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya:
1.        Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan  pendidikan.
2.        Sebagai advokasi bagi masyarakat yang tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain).
3.        Sebagai kontrol terhadap negara.
4.        Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group).
5.        Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut  terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasilainnya.

Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 dijelaskan sumber daya manusia umat islam yang memang terbaik:
Artinya:Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat  Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan umat islam yang mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat mewujudkan masyarakat madani itu sendiri.
Sumber daya manusia umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas sumber daya manusianya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan ada pula tokoh-tokoh Islam yang belum mencerminkan akhlak Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar